menyelam dalam memahami sukacita

7/04/2008 03:52:00 AM / /


Sedikit sekali dari kita yang bisa menikmati sesuatu. Kita sedikit sekali bersukacita melihat matahari terbenam, atau bulan purnama, atau seorang yang cantik, atau pohon yang indah, atau seekor burung yang terbang tinggi, atau suatu tarian.

Kita tidak sungguh-sungguh menikmati apa pun. Kita memandangnya, kita terhibur atau bergairah secara dangkal terhadapnya, kita mengalami suatu perasaan yang kita namakan sukacita. Tetapi penikmatan adalah sesuatu yang jauh lebih dalam, yang perlu dipahami dan diselami. ...Sementara kita bertambah tua, sekalipun kita ingin menikmati berbagai hal, yang terbaik telah hilang dari kita; kita ingin menikmati perasaan-perasaan lain—gairah, nafsu, kekuasaan, kedudukan. Semua itu adalah hal-hal yang normal dalam kehidupan, sekalipun dangkal; itu tidak perlu disalahkan, tidak perlu dibenarkan, melainkan dipahami dan diberi tempat yang wajar. Jika Anda menyalahkannya sebagai hal yang tak berguna, sebagai sensasional, bodoh, dan tidak spiritual, Anda menghancurkan seluruh proses kehidupan. ....

Untuk mengetahui sukacita, kita harus menyelam jauh lebih dalam. Sukacita bukan sekadar perasaan. Ia menuntut penghalusan batin yang luar biasa, tetapi bukan penghalusan diri yang terus-menerus menimbun bagi dirinya. Diri seperti itu, orang seperti itu, tidak pernah dapat memahami keadaan sukacita yang di situ dia yang menikmati tidak ada. Kita perlu memahami hal yang luar biasa ini; kalau tidak, hidup menjadi sangat kerdil, remeh, dangkal—lahir, belajar sedikit, menderita, punya anak, memiliki tanggung jawab, mencari nafkah, menikmati hiburan intelektual sedikit, lalu mati.

[J Krishnamurti - THE BOOK OF LIFE]

==================================================================
lahir -> belajar sedikit -> menderita -> punya anak -> memiliki tanggung jawab...
ini adalah pola yang saya sadari akhir2 ini
saya terutama tidak melihatnya sebagai pola hidup semua orang
tapi pola hidup saya, seorang riang_mentari
saya hidup di masa depan
saya bersedia menderita saat ini untuk kebahagiaan di masa depan
saya "prihatin" untuk kesuksesan di masa depan
"mainnya nanti, kan kalau kuliah sudah jauh dari orang tua"
"seneng2nya nanti, kalau sudah kerja"
"sudah kerja, sudah saatnya mikir tanggung jawab..."

itu adalah kehidupan yang diajarkan kepada saya

bukan saya mengatakan bahwa hidup prihatin itu tidak baik
bahwa berhemat untuk sesuatu yg berada dimasa depan itu itu jelek
bahwa memilih belajar daripada pergi bersama teman-teman itu salah

terutama bahwa apa yang "saya rasakan" pada sebuah "pilihan"
bahwa saya terlalu banyak memberi porsi untuk masa depan

saya melupakan saat ini, apa yang saya miliki saat ini
apa yang bisa saya syukuri saat ini
apa yang bisa saya rayakan saat ini

masa depan ilusi, jika saya tidak memberikan yang terbaik untuk saat ini
memberikan yang terbaik saat ini dimulai dengan rasa syukur
rasa syukur diawali dengan menyadari apa yang ada

saat ini saya berhenti sejenak
untuk merasakan sekeliling saya
sinar senja yang merasuk dari jendela samping
musik mengalun dari ruangan kantor sebelah
gurat2 meja
dengung suara komputer

seperti sebuah kalimat yg menyapa saya kemarin,
tidak ada lagi penari-penari, yang ada hanyalah tarian...
semesta...

Labels:

2 comments:

Comment by Unknown on Thursday, July 10, 2008 3:06:00 AM

I Like This One..:D
bajigur..benci gue ngomong ini :p
klw gue suka tulisan ini...he..he..

Salam Dog Old

Comment by Awan on Thursday, July 10, 2008 6:23:00 PM

alaah... ga usah maluw2... bilang aja terus terang...jika hatimu memang selalu untukkuwh... :">

Post a Comment