Setelah sekira setengah jam istirahat, kami segera mendirikan tenda. Nyari kayu buat adek-adek dan juga buat patok. Maklum tenda kami bukan tenda doom. Sejenis tenda Pramuka, cuma bahanya dari parasit, jadinya agak ringan gitu.
Segera kami mencari kayu setelah tenda berdiri. Hari sudah menjelang malam. Untuk penghangat, entar kami membuat api unggun. Karena ini masih musim kemarau, makanya nggak bakalan sulit membuat api unggun. Selain kayunya kering juga karena kayu pinus. Kayu ini terkenal mudah sekali terbakar.
Untuk masalah turun besok, kami sudah berencana untuk turun melewati telaga ngebel, sekalian jumatan disana. Takutnya entar nggak nyampai rumah kalo lansung pulang. Selain itu biar anak-anak kloter kedua yang kelihatanya akan langsung memotong jalur langsung lewat Desa mendak biar jalan agak jauh waktu turun nanti. He…he…he..
Selesai membuat tenda kami segera membuka perbekalan. Nasi yang tadi masih segera kami santap. Lauknya sekarang mentok goreng yang dibawa tharom.nasi yang bergitu banyaknya, abis tak bersisa.
Hari menuju senja. Sang surya merajuk keperaduannya. Itu menjadi pemandangan yang luar biasa. Melihat sunset dari puncak gunung. Jarang-jarang kita bisa melihat dengan jelas. Aku nikmati detik-demi detik perubahan tersebut. Lelah yang sedari tadi menggelayut terbayar lunas sudah. Terima kasih tuhan!
Kelompok dua yang beranggotakan sebelas orang belum menampakkan batang hidungnya.
Tak lama berselang mereka muncul juga. Sekira jam enam sore. Mereka datang tak berbarengan. Yang cepet ninggalin yang pelan. Kasihan juga sih yang pelan, justru biasanya mereka membutuhkan bantuan, minimal semangat gitu. Enam orang datang duluan. Elii, budi, husen dkk.
Lima orang terakhir ternyata ada adik kelasku di sma dulu. Mereka anggota PPA SMA ku dulu. Gepalassa Pareanom, tempat menimba ilmu tentang alam bebas pertama kalinya.
Ternyata benar, mereka langsung memotong jalan, langsung naik dari Desa Mendak. Jadinya rutenya lebih pendek.
Kamipun ngobrol ngalor-ngidul tentang banyak hal, tentang adanya pasangan lesbi dari Ponorogo yang juga anggota GEMPA(Generasi Muda Ponorogo Pecinta Alam) yang sempat berkelahi dan akhirnya mereka berpisah jauh. Juga tentang perilaku seks bebas diantara penggiat alam bebas yang makin terang-terangan. Tentang pendakian selanjutnya yang akan mengambil rute gunung Lawu, dan juga tentang acara Lintas Alam yang diadakan anak KAMUPALA Ponorogo yang akan dilaksanakan minggu tanggal 28 Oktober ini.
Juga tentang niatan mereka mengikuti kegiatan alam bebas. Ada yang karena pingin gagahan, karena pengen mencari jati diri, mencari pelarian setelah penat bekerja ataupun beragam motivasi lain.
Tak terasa jarum jam menunjuk angka sebelas. Rasa kantuk juga sudah menggelayuti kelopak mataku. Beberapa anak juga sudah tidur didalam tenda. Akhirnya akupun terlelap dalam mimpi-mimpi.
Rasa kebelet kencing dan keroncongan perut membangunkanku. Aku lihat angka di hpku menunjuk 01.30. masih terlalu malam sebenarnya. Tapi tak tahu perut rasanya melilit minta diisi. Aku korek-korek beberapa tas. Menemukan mie instant dan beberapa penganan. Sembari menghangatkan badan, aku merebus air di api unggun.
Mbikin kopi dan mie instant, joinan dengan anak-anak. Beberapa anak yang tidur lebih awal mulai membuka mata. Kami lanjutkan obrolan tadi. Tentang nasib yang tak menentu, tentang cewek yang makin susah didapatkan. Kamipun hanya bisa senyum dan tertawa. Ditengah makin banyaknya cewek dibanding cowok masih banyak sekali jomblo-jomblo disini. Hehehe…
2 comments:
mangtaph kali penuturanmu kawan... ayo dilanjoooott....
thanks priends
Post a Comment