Cucuran Keringat Semangat .....
Pendakian ini sebenarnya sudah kami rencanakan sejak lama. Pendakian masal ke gunung Tapak Bima. Kami ingin mengenalkan sosok gunung ini pada para penggiat alam bebas. Selain untuk pelestarian hutannya, siapa tahu gunung ini terkenal, penduduk sekitarnyapun akan mendapat imbasnya. Meskipun untuk seramai gunung Lawu akan sangat sulit.
Hari yang kami rencanakan sebenarnya adalah hari rabu, H+5 lebaran. Tapi berhubung terlalu mepet, diundur hari kamisnya. Kamis pagi naik, jumat pagi turun. Jumatan di desa Mendak,desa terakhir. Selesai jumatan langsung cabut, balik ke rumah.
Seminggu sebelum lebaran, ada wacana baru, anak-anak mau naik hari sabtu, H+7 lebaran. Katanya beberapa anak dari Ponorogo dan Dolopo (golongannya Lina, baca: Lintas Bumi Mojopahit)akan ikut. Tapi mereka nggak memberi kepastian pada kami. Setelah berdebat sengit, karena aku udah rencana jauh-jauh hari, untuk mendaki hari kamis, terpaksa aku akan naik berdua saja. Dengan temanku yang lain, Edi. Kalaupun Edi nggak mau, ya terpaksa melakukan pendakian solo. Ya untuk latihan mental lah. Udah lama aku nggak ngelakuin pendakian solo.
Anak Ponorogo dan Dolopo ngebatalin janjinya pas malem takbiran. Terpaksa anak-anak musyawarah lagi. Aku tak ikut. Aku sudah mantap untuk ndaki hari kamis, dengan atau tanpa teman. Malam itujuga anak-anak rapat, akhirnya diputuskan ndaki hari kamis Ya akhirnya aku nggak jadi ndaki solo dech. Tapi nggak papa, lain kali mungkin.
Selain itu pendakian dibagi dua klodak(kelompok pendakian), pagi dan sore. Yang pagi lewat jalur Pesanggrahan, yang sore lewat jalur Mendak. Jalur pesanggarahan lebih jauh karena harus memutar.
Kamis pagi jam enam, tharom sudah kerumahku. Dia konfirmasi aja masalah keberangkatan. Aku segera packing barang. Jam tujuh aku sebenarnya udah siap, tapi justru anak-anak yang lain yang belum siap. Katanya sih yang rombongan pagi ada delapan orang. Aku, Edi, Tharom, yang lain aku tak tahu.
Jam delapan kami sudah cabut ke daerah Pintu, Dagangan. Tempat nyari omprengan. Anak-anak yang lain belum datang juga. Terpaksa aku nyamperin mereka. Di konter HP Eli, tempat anak-anak biasa ngumpul. Disitu baru ada satu orang yang akan berangkat pagi, Robert alias Sodik. Robert ini anak ponorogo satu-satunya yang datang.
Sekira setengah jam, rombongan yang lain baru datang, Gian, Yudi, Andik, dan Samsul. Setelah ngumpul semua, kami segera nyari omprengan. Dapet sih, tapi ngetem dulu. Nunggu penumpang yang lain katanya. Penumpang yang ditunggu-tunggu tak datang. Setelah kami desak akhirnya pak sopirnya nyerah juga. Kami langsung diantarnya ke Pesanggrahan. Tempat awal perjalanan kami.
Tiga puluh menit waktu yang dibutuhkan sang mobil untuk membelah jarak Pintu-Pesanggrahan. Kami kena empat puluh ribu. Sebenarnya sih mereka minta enampuluh ribu, ya kami aja nego dong, masih banyak omprengan yang lain. Akhirnya dapet empat puluh ribu. Masing-masing anak limaribu.
Begitu sampai pesanggarahan kami langsung berangkat, pesanggarahan berada sekitar 600 mdpl. Siang itu udara terik banget. Ubun-ubunku rasanya mau merekah. Tapi itu tak menghalangi langkah kami. Sesampainya dilembahan, disungai pertama yang dilewati, kami istirahat. Capek juga sih. Sekira lima belas menit tak ada haiwan yang nampak. Monyetpun tiada. Kami segera melanjutkan perjalanan.
Kami sempat kehilangan jalan. Udah lama nggak dilalui sih. Jadinya hilang gitu jalannya. Setelah beberapa saat mencari, akhirnya ketemu juga jalan yang dimaksud. Sekira satu jam kami berjalan, sampai juga di desa terakhir. Dusun Gedangan, Desa Mendak di Kabupaten Madiun dan Dusun Semenok, Desa Ngebel di Kabupaten Ponorogo. Dua dusun ini hanya dipisahkan oleh sungai kecil. Dua-duanya bisa dilalui. Tapi lewat dusun Semenok jalanya lebih lebar, karena sering digunakan oleh para pendaki.
Kami istirahat di dusun Semenok, untuk mengisi perekalan air dan untuk mengisi perut kami yang mulai keroncongan. Tharom dan Gian tadi bawa nasi hampir dua bakul, satu untuk di sarapan di Semenok, dan satunya waktu nyampai puncak. Kami segera istirahat di bawah pohon. Makanan sudah kami buka semua. Tinggal makan aja. Lewat penduduk setempat, katanya di bawah kami ada kakus, dia nyuruh kami menyingkir. Pantesan dari tadi baunya kok nggak enak gitu. Udah terlanjur basah, ya akhirnya makanan kami sikat juga. Dasar perut udah keroncongan.
Setelah persiapan semuanya selesai, pukul 12.30 kami berangkat dari Semenok. Jalan awal sih landai banget. Setelah itu kami menemui tanjakan pertama. Cukup lumayan, dengan kemiringan sekitar enampuluh derajat. Badan rasanya dibebani tubuh yang luar biasa berat. Baru sepuluh langkah istirahat, begitu seterusnya. Sampai juga dipersimpangan jalur, tempat landai, yang biasa kami sebut pos satu. Sekira pukul 13. 45 kami sampai. Istirahat sekira lima menit.
Reco Macan adalah tujuan berikutnya. Biasa kami sebut pos dua. Disini sebenarnya tiada Reco(Arca), yang ada cuma kumpulan batu-batu besar tak beraturan yang miripi orang bersila dan juga menurut penduduk dulu di batu-batu itu sering nampak macan(harimau) bertengger diatasnya. Makanya penduduk sekitar menyebutnya Reco Macan. Kami sampai di reco 14.00. Sekitar lima menit kami istirahat.
Puncak Tapak Bima sudah menunggu kami. Segera kami beranjak. Dengan semangat empat lima Gian memimpin pasukan. Menyusuri ilalang yang lebih tinggi dari tubuh kami. Badan beret terkena ilalang, beban menggantung dipundak, peluh membasah tak mematahkan asa kami. Tubuh makin lelah, jalan makin menanjak. Memaksa kami sering istirahat. Kami sampai di pos tiga, tempat landai terakhir sebelum puncak, pulu 15.05. Jarak pos tiga dan puncak cukup deket sih. Tapi karena badan yang makin kelelahan, memaksa kami harus istirahat.
Setelah berjalan tertatih-tatih akhirnya sampai juga kami di puncak. Angka di hp menunjukkan 15.30. akhirnya sampai puncak juga. Kami langsung rebahan kelelahan. Kami sampai puncak secara bersamaan. Delapan orang sekaligus, tanpa ada yang kececer satupun. Thanks God!!!
(bersambung...)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment