kejujuran

8/29/2008 01:26:00 AM / / comments (0)


ada yang bilang, lebih baik katakan kejujuran walau itu menyakitkan. namun seringkali saya sulit untuk berkata jujur. tidak jarang disaat ingin berkata jujur, yang terucap justru kebohongan. dan untuk pembenaran, saya kerap menyebut itu sebagai white lies.

Sering saya berbohong agar kebodohan saya tidak tampak dimata orang lain. Dilain kesempatan saya berbohong agar kecerobohan saya tertutupi. Dan setelah melakukannya, saya akan berjanji bahwa ini adalah kebohongan terakhir saya. Suatu saat nanti, jika bertemu dengan keadaan yang serupa saya akan membayarnya dengan kejujuran.

Tapi hal itu tak pernah terjadi, karena bagaimanapun saya tak pernah bisa lepas dari kesalahan, lupa, atau kecerobohan.

Sebenarnya, saya bahkan tidak ingin terlihat sebagai pembohong walaupun saya melakukan kebohongan. dan jika telah sampai di titik itu kebohongan akan bergulir seperti bola salju yg turun dari atas bukit *blom pernah liat salju sih, tp maksutnya bakal terus membesar ^_^V*

jadi, kenapa usaha saya untuk selalu jujur tidak pernah berhasil?

mungkinkah permasalahannya bukan terletak pada usaha saya untuk berkata jujur?. Mungkin permasalahannya adalah pada nilai yang saya lekatkan pada diri saya. Saya ingin terlihat pintar, jadi saya berbohong menutupi ketidaktahuan saya. Saya tidak ingin terlihat sebagai orang yang ceroboh, dan pelupa. Saya ingin reputasi saya tidak tercemar sehingga saya mengarang berbagai cerita.

Kemudian sebuah pertanyaan muncul: jika saya bisa memandang diri saya apa adanya, mampukah saya mengucapkan kebohongan lagi?


sahabat, gambaran-diri yg manakah yang sering anda lindungi dengan kebohongan?

Labels:
8/27/2008 08:17:00 PM / / comments (2)

kebijaksanaan tidak bisa diikat, mencoba melakukannya berarti memasung nilai kebebasannya dan menjadikannya tidak fleksibel.

Labels:

:)

8/27/2008 06:43:00 PM / / comments (0)

resign nih resign,
dah mulus resign dari UNOPS, eh ada tawaran dari UNICEF yang menggoda

pekok jaya...hehehe...

*update, keputusannya tawaran unicef tidak sayah ambil*
*hidup pekok jaya ;))*

Labels:

tommy okiza - in memoriam

8/24/2008 02:30:00 AM / / comments (0)

Hari Jumat kemarin salah satu teman kantor saya meninggal dunia. Sekian lama bergelut dengan leukimia, chemotherapy di malaysia, dan juga berbagai pengobatan alternatif sebagai upaya penyembuhan, rupanya Tuhan mempunyai rencana lain.

Dari Banda Aceh, almarhum dibawa ke lhokseumawe (lima jam perjalanan), untuk disemayamkan disana. Saya dan seorang dua orang teman berkesempatan untuk mengiringinya ke lhokseumawe.

Dia meninggal muda, 29 tahun. Meninggalkan seorang istri dan seorang anak perempuan yang genap berumur 2 tahun oktober besok.

Sepertinya kemarin dia masih disini, ngobrol dan tersenyum bersama teman2. Saat melihat dia dimandikanpun, saya melihat dia seperti sedang tidur dan ingin membangunkannya.

Selamat tinggal sahabat, saya yakin Tuhan juga telah menyiapkan suatu rencana untuk anak dan istri yg kau tinggalkan. Terima kasih atas perjumpaan kita dan semua kebaikanmu. Sampai jumpa kembali disana nanti.

Labels:

No tittle...(1)

8/23/2008 08:32:00 PM / / comments (0)

Belasan tahun yang lalu saya duduk di sini merenung...
Melihat diri saya
Sering bertanya dalam hati kenapa saya tercipta seperti ini
Bertahun-tahun saya berjuang untuk berubah tapi tetap saja sama
Saya pun putus asa
Mencari dan mencari..berjalan dan berjalan....
Sampai suatu ketika saya merasa lelah dan berhenti mencari tapi tetap berjalan
dan di sinilah saya akhirnya setelah berlalunya waktu menyadari bahwa....
ternyata apa yang saya cari ternyata ada di sini, dalam diri saya sendiri
mungkin segala sesuatu yang belum saatnya biarpun saya kejar dan perjuangkan mati2an pun tak kan saya temui
tapi bukan berarti "rentang waktu perjalanan menuju' menjadi sia-sia

Terkadang saya merasa lucu ketika mengingat betapa bodohnya saya di masa lalu dan anehnya sekarang pun terkadang saya tertawa dalam hati ketika apa yang saya anggap 'imposible' dalam diri saya ternyata 'possible' di saat ini...

Saya tidak tahu apakah yang saya alami di alami orang lain tapi yang jelas saya selalu berkata kepada teman2 saya, "Kamu mungkin lelah dan berhenti mencari tapi satu hal, jangan pernah berhenti berjalan"

Labels:
8/20/2008 11:31:00 PM / / comments (2)

kosong adalah berisi
berisi adalah kosong
kehidupan di dunia ini hanya fana dan penuh samsara

(dijiplak dari kata2 biksu Tong dari film monkey king)

Labels:

Me and my monkey mind

8/19/2008 04:47:00 AM / / comments (0)

Artist Heather Gorham's interpretation of the monkey mind


Ada suatu waktu dimana saya pernah bahkan seringkali merasakan kebingungan dalam memilih. Mungkin ini terjadi karena saya terlalu banyak punya ide dan sering menghayal. Beberapa orang yang ada didekat saya berkata bahwa saya sulit diduga. Mungkin juga ini adalah hasil dari pikiran saya yang liar dan meloncat-loncat.

Dalam memandang masa depan pun saya menggunakan pikiran saya yang liar. Saya selalu punya banyak rencana dan banyak keinginan dalam satu waktu sekaligus. Seringkali belum terwujud keinginan A, saya sudah berkeinginan hal yang lain. Belum selesai sebuah project, saya sudah mengangankan berbagai project yang lain. Seorang kawan pernah berkata bahwa kelemahan saya adalah sangat sulit untuk fokus.

Kemudian saya mencoba berpikir. Dan ternyata betul bahwa saya sulit untuk berfokus dan suka memulai banyak hal sekaligus. Banyak hal dimasa depan yg saya angankan, membuat saya tidak betah terhadap hidup saya saat ini. Banyak hal di masa depan yg ingin saya lakukan, sehingga saya selalu cepat2 ingin sampai di masa itu. Kalau disini, ingin disana. Sudah disana, ingin disitu. Mencapai ini, mendambakan yang itu. Kehilangan yang itu, menyesali yang ini. Kemudian seorang kawan berbaik hati mendiagnosa bahwa saya mengidap monkey mind.

Itu baru kaitan dengan masa depan, belum dengan penyesalan masa lalu. Penyesalan jalan yang saya ambil, langkah yang tidak saya ambil, pengalaman yang saya cap buruk. Sehingga hidup saat ini disiksa oleh sampah masa lalu dan liarnya keinginan masa depan.

Untuk "mengobati"nya saya mencari berbagai metode. Dari membaca berbagai buku tentang teknik konsentrasi dan motivasi, sampai mengikuti seminar-seminar dengan berbagai pembicara untuk menghilangkan "penyakit" ini. Tapi tidak ada efeknya. Sepertinya, saya tidak berjodoh dengan teknik2 yang saya temui itu.

Sampai kemudian saya bertemu dengan cermin yang jernih. Tidak ada apa2 disana. Cermin itu tidak memberi tahu apa-apa. Yang ada hanya saya, apa adanya

Perlahan saya menyaksikan, bahwa monkey mind adalah program pikiran. Dan semua teknik yang saya pelajari adalah juga program pikiran. Pikiran tidak bisa mengatasi pikiran. Itu seperti sebilah pisau yang mencoba menusuk dirinya sendiri. Tidak akan berhasil. Dibutuhkan level kesadaran yang lebih tinggi. Kesadaran yang bukan lawan dari ketidaksadaran.

Kemudian dengan cermin itu saya mengintip kebijaksanaan. Kebijaksanaan yang bukan lawan dari ketidak-bijaksanaan. Disitu saya dapat melihat bahwa pencerahan bukanlah tujuan, perubahan bukanlah pencapaian, tapi adalah sekedar proses itu sendiri. Tiada lagi usaha untuk menghilangkan monkey mind, hanya tersisa keikhlasan untuk memeluknya.

And then I know, that life is beautiful in its simplest,original form.


Labels:

realizing my being

8/19/2008 02:21:00 AM / / comments (0)

saya terlalu sering mencoba
terlalu banyak ingin menjadi
sehingga sering lupa menyadari keberadaan saya

kali ini saya tidak berusaha
saya tidak mencoba
hanya menjalani

cause it is not about trying, it is about realizing my living being
peluk

Labels:

dah ada yg ngukur

8/18/2008 12:41:00 AM / / comments (0)

saya sering mengeluh bahwa gaji yg saya terima kecil tapi jarang bersyukur bahwa kebutuhan yang harus dipenuhi sering tertutupi oleh rejeki yang datang.

jadi rejeki mmg sudah ada yg mengatur, dan kebutuhan juga sudah ada yg ngukur
what I have to do is to give my best without stress :)

Labels:

scr hakikat

8/18/2008 12:40:00 AM / / comments (0)

secara hakikat, tidak ada yang terlalu cepat maupun terlalu lambat
karena semua indah, pada waktunya masing-masing.

Labels:

melihat, bukan mengingat

8/11/2008 06:54:00 PM / / comments (0)

ketika sebuah pengalaman hidup menjumpai saya, seringkali saya dapati bahwa saya membuka kembali memory-memory lama. Mencari tahu kira2 strategi apa yang bisa digunakan untuk menghadapi tantangan yang saat ini.

Saya berhadapan, saya mengingat. Dari ingatan itu timbul ketakutan(jika pada pengalaman yang lalu saya gagal) atau timbul kepercayaan(jika pada pengalaman yang lalu saya berhasil).

jika pada pengalaman yang lalu saya berhasil, maka saya akan lebih percaya bahwa saya bisa mengatasi masa sekarang, saya akan lebih menikmati, saya akan lebih yakin. Tapi apakah itu menjamin kesuksesan? banyak variabel yang berbeda dari dulu dan sekarang. dan jika kemudian hasil dari strategi lampau tidak sesuai dengan yang diharapkan, saya mengalami kekecewaan. Bagaimana mungkin? dulu bisa berhasil, kenapa sekarang gagal?

Jika pada pengalaman yang lalu saya gagal, maka saya akan dibayangi ketakutan. Saya akan sering merasa khawatir. Benarkah strategi yang saya pilih? Bagaimana bila saya telah mengerahkan segala kemampuan dan gagal seperti masa lalu? Jika kemudian gagal lagi, maka saya akan mengalami kekecewaan dan mencari pembenaran. "sudah dibilang ga usah mencoba","saya mmg ditakdirkan tidak berbakat di bidang ini". Atau jika berhasil kita akan mengalami keyakinan...

kembali ke pola diatas, begitu seterusnya... silih berganti..

tapi apakah itu satu-satunya pola dalam menghadapi pengalaman hidup? mungkinkah ada hal yang lain?

saya adalah kumpulan ingatan masa lalu, oleh karena itu saya terikat dengan hasil dari masa lalu. tapi apakah masa lalu menjamin hasil dari masa sekarang?

apa yang akan terjadi, jika saya sekedar melihat, tanpa mengingat?

akankah itu akan menjadikan saya melihat pengalaman kehidupan dengan apa adanya?

Setiap hari adalah hari yang berbeda, setiap hal adalah pengalaman baru, dan tiap detik adalah detik yang baru, bukan tantangan, ancaman, cobaan...karena label tantangan, ancaman, cobaan muncul karena adanya ingatan.

Dan mungkinkah, label kalah, menang, sukses, gagal, juga muncul karena adanya ingatan pada masa lalu?

...

sahabat, mungkinkah kita terlalu banyak memberi porsi dalam mengingat, dan terlalu sedikit untuk "sekedar melihat"?

Labels:

Gatal

8/10/2008 06:14:00 PM / / comments (0)

ukhtiex: aslm,ah...walau sdh sering mengalami, yg namanya kekalahan itu ttp sj meninggalkan luka..


Sebutir air tertinggal di telinga saya. Dan ketika air itu meluncur turun, saya merasakan gatal yang bergulir. Muncul pertanyaan dalam batin, kapan terakhir kali saya melihat dengan benar-benar rasa gatal ini?

Sepertinya saya tidak pernah benar-benar merasakan gatal. Sekilas saya merasa gatal, dan secara refleks, tangan saya akan menghilangkan rasa tersebut.

Tapi apa sebetulnya rasa gatal? Apakah saya benar-benar melihat rasa gatal? Atau yang saya lihat hanyalah sebuah label yang dilekatkan pada sebuah sensasi, kemudian secara tidak sadar saya otomatis usahakan untuk hilang?

Jika saya biarkan butiran air itu turun tanpa saya usap oleh tangan, saya dapati bahwa hal itu adalah sebuah sensasi yang sebenarnya tidak memerlukan usaha untuk hilang. Sensasi pengalaman tanpa label "gatal" ternyata hanya numpang lewat untuk kemudian berakhir entah kemana. Datang dan pergi secara alami. Yang membuat saya bergerak untuk menghilangkannya adalah label yang saya berikan terhadap pengalaman itu.

Lalu apa hubungannya dengan sms yang saya terima diawal tulisan ini?

Saya bertanya-tanya, mungkinkah kemenangan dan kekalahan juga merupakan label dari sebuah pengalaman hidup?

Jika label "gatal" membuat saya berusaha tanpa sadar untuk menghilangkannya, mungkinkah label "kalah" juga membuat saya tanpa sadar malu mengalaminya? terbeban menjalaninya? frustrasi ketika hal itu datang dalam kehidupan saya?

Padahal mungkin saja dibalik label-label ini, pengalaman kehidupan terangkai sempurna apa adanya.

Lalu apakah saya pro terhadap rasa gatal? saya menyukai kekalahan? menganjurkan untuk tidak berbuat sesuatu terhadap kegagalan?

Saya hanya memberikan sebuah pertanyaan pada diri sendiri. Bahwa hal-hal yang tidak saya sukai dan saya usahakan -seringkali dengan mengorbankan semua hal tanpa mempertimbangkan yg saya miliki- mungkin hanyalah label belaka. Sementara pengalaman kehidupan yg telah sempurna sedemikian adanya, terkurangi, tersederhanakan, terkotak-kotak oleh "benci" dan "suka".

Ada sebuah cerita tentang seseorang yang berdiri berjam-jam untuk Tuhannya sampai kakinya bengkak. Mungkinkah dia bisa melihat melampaui label rasa sakit?

Ada sebuah cerita tentang seseorang yang mengabarkan kebenaran selama berpuluh-puluh tahun, tapi hanya memperoleh pengikut yang bisa dihitung dengan jari. Apa yang membuatnya terus berjalan? Mungkinkah dia mampu melihat pengalaman kehidupan dibalik label "sukses" dan "gagal"?

Ada sebuah cerita tentang seseorang yang selalu dilempari kotoran ketika lewat didepan sebuah rumah, tapi ketika pemilik rumah itu sakit dia malah menjenguknya. Mungkinkah dia bisa melihat sesuatu dibalik benci dan suka?

...

Sahabat, label apa yang anda lihat saat ini? reaksi apa yang ditimbulkan oleh label itu? bersediakah anda melihat lebih dekat lagi tanpa melakukan usaha untuk menghilangkannya?

Labels:

kriteria keidealan

8/10/2008 02:48:00 AM / / comments (0)

Pada sebuah kesempatan memandang diri, saya melihat sebuah pola dalam perkembangan pembelajaran saya. Pola itu adalah "berusaha menjadi". Dalam "usaha untuk menjadi" ada pencarian terhadap kriteria-kriteria sebuah karakter, juga usaha untuk mengenakan sudut pandang yang dimiliki oleh karakter itu.

Saya membaca banyak buku, mencari informasi tentang berbagai tokoh, berbicara dengan orang-orang yang saya lihat mungkin memiliki keidealan itu. Dan kemudian saya belajar bahwa karakter tertentu mengharuskan saya untuk melakukan hal ini, dan tidak melakukan hal itu. Menganjurkan sudut pandang ini dalam pendekatan sebuah masalah dan menghindarkan sudut pandang itu.

Usaha pencarian itu membuat saya mencocokkan diri dengan sebuah karakter ideal yang terikat dengan nilai-nilai yang melekat bersamanya.

Tapi apakah itu pola yang akan terus berlangsung? Apakah pemenuhan atas kriteria karakter ideal itu yang akan membuat saya akhirnya merasa "lengkap" dan "utuh"? Jika saya telah memenuhi seluruh kriteria, dan bertindak serta memilih sudut pandang seperti karakter ideal, akan saya berhenti dan puas?

Mungkinkah kekhawatiran jika saya tidak bisa memenuhi karakter ideal itu terlalu menyibukkan saya sehingga tidak bisa melihat keunikan saya? Mungkinkah, semua usaha menuju karakter ideal itu yang membuat saya asing dengan diri sendiri? Mungkinkah semua usaha menjadi hebat, menjadi keren, menjadi terpandang dan terkenal, adalah kompensasi dari ketidakmampuan saya untuk melihat saya "biasa-biasa saja"?

Dan apakah itu "biasa" dan "unik"? Mungkinkah itu pandangan yang tercipta krn pembandingan keluar tanpa mengetahui apa yang didalam? Jika saya mengetahui "apa yang ada", apakah nilai-nilai perbandingan itu masih relevan?

"berhentilah mencari, maka engkau akan menemukan"
dan inipun akan sekedar menjadi usaha menuju kriteria keidealan jika tidak benar-benar melihat apa yang ada.

sahabat, pernahkah anda melihat karakter anda sendiri tanpa perbandingan terhadap karakter ideal yang anda ingin tuju?

Labels:

kacamata senja

8/05/2008 06:57:00 PM / / comments (0)

foto kuta, awal 06

Apa yang terlihat ketika senja hari diamati dengan seksama? Saya melihat warna2 yang muncul di langit krn pantulan sinar matahari. Konfigurasi awan-awan yang membentuk berbagai pola bentukan. Dan gurat-gurat sinar yg menyeruak diantaranya. Matahari dan gradasi yang berganti2 warna secara halus tiap momen.

Dan jika saya perluas pengamatan saya, akan didapati detil2 yang lain. Tak ada batas. Kemudian saya tahu bahwa tidak akan pernah ada senja yang persis sama setiap harinya.

Senja hari terasa sama, ketika pikiran saya sibuk akan hal2 lain. Bahkan senja tak akan terasa, jika perhatian saya ada ditempat lain, merencanakan, memikirkan, mengkhawatirkan. Padahal berjuta benda langit membentuk keselarasan yang berubah-ubah halus setiap detik. Simfoni keindahan yang tak pernah berulang sama disetiap kemunculannya.

Mungkinkah ini juga tidak hanya terdapat pada senja? Bagaimana dengan pagi hari? bagaimana dengan siang hari? Bagaimana dengan malam hari? hidup yang saya jalani?

Yang mungkin terjadi, didalam tiap momen kehidupan juga terdapat detil-detil seperti senja ketika matahari tenggelam. Dan keindahan terangkai hanya jika saya mau mengamatinya. Mengamati tanpa memberi label "suka warna biru", "tidak suka warna lembayung". Karena ketika saya berusaha menghilangkan warna yang tidak saya sukai, maka saya berusaha mengenakan kacamata yang bisa mengubah warna itu menjadi warna yang saya sukai. Ketika saya berusaha memperbanyak warna yang saya sukai dan menghilangkan warna yg tidak saya sukai, maka senja tidak akan indah lagi. Saya tidak bisa lagi melihat warna yang sebenarnya. Keindahan yang telah ada secara apa adanya. Bahkan disaat saya sibuk melabelinya, saya telah terpisah dari detil2 itu.

Kemudian munculah perasaan "hidup yang membosankan", "hidup yang itu-itu saja", "hidup yang tidak lengkap", "hidup yang mengecewakan". tanpa menyadari bahwa saya sendiri yang mengenakan kacamata untuk melabeli tiap pengalaman, melabeli suka dan tidak suka, memperbanyak suka dan menghilangkan tidak suka. Mungkinkah diluar kacamata yang tak terlihat ini, apa yang terjadi adalah detil-detil indah yang memang disiapkan untuk saya?

Selanjutnya saya mencoba mencari pengalaman lain, berlari-lari mengejar pengalaman/pencapaian/benda yang saya kira bakal melengkapi saya. Membandingkan keluar dan semakin kosong didalam. Berdalih ingin merubah keadaan, padahal saya tak pernah benar-benar tahu keadaan yang sebenarnya diluar kacamata kekhawatiran. Mungkinkah jika saya meletakkan kacamata ketakutan, kekecewaan, perlawanan, maka saya bakal melihat bahwa semua telah tersedia disini, disana, dimana-mana?

then... if it is everywhere, it is also...nowhere...

selamat pagi sahabat, pagi ini...apakah masih pagi yang biasa ?

Labels:

duduk diam

8/03/2008 06:13:00 PM / / comments (0)



Ketika saya berbicara dengan adik-adik saya, saya melihat mereka dengan keinginan merubah. saya mendengar kata-kata mereka dan menerjemahkannya menurut nilai-nilai saya. dari situ timbul konsepsi tentang "perubahan yang baik" yang harus saya tanamkan kepada mereka. Yang kemudian terjadi adalah saya mendominasi, mengarahkan, dan sedih jika mereka tidak melakukan apa yang menurut saya adalah langkah menuju kebaikan.

Tapi siapakah saya yang berhak memaksakan "kebaikan" pada seseorang ? walaupun itu adik saya sendiri ? (bahkan kapasitas seorang Nabi pun diberi tahu agar tidak bersedih atas kaum yang tidak mau mendengarkannya, karena memberi hidayah adalah hak mutlakNya) Dan mungkin, yang mereka butuhkan bukanlah seseorang yang "memaksakan nilai" bukan seseorang yang "mencoba merubah mereka" tapi seseorang yang sekedar mau "mendengar".

Mungkin ini alasan kenapa banyak anak-anak lebih dekat dan bisa ngobrol berjam-jam kepada teman daripada kepada orangtua. Karena orangtua cenderung merasa lebih berpengalaman, lebih merasa tau apa yang baik. Sehingga apa yang terlontar dari mulut anak, diterjemahkan orangtua menurut nilai2 kebaikan dan rangkaian pengalaman yang telah mereka alami. Sebuah pertanyaan ingin tahu dari anak berubah menjadi monolog nasehat sehari-semalam dari orangtua.

Saya belum menjadi orangtua, tapi sebagai anak pertama saya kerap memposisikan diri saya sebagai duta orangtua bagi adik2 saya. Mungkin perasaan inilah yang membuat saya bertindak mirip orangtua.

Disebuah interaksi dengan seorang adik saya, keinginan merubah ini saya rasakan membatasi kemampuan saya untuk mendengar secara jernih. Menghilangkan detil-detil dan mengarahkan saya pada sebuah solusi penyederhanaan berdasarkan kacamata saya. Ketika berfokus kepada solusi itu, saya menghilangkan secara brutal kemungkinan-kemungkinan lain yang jumlahnya tak berhingga.

Dan terutama, ini tidak saya terapkan hanya pada orangtua, rekan kantor, adik-adik, teman2 yang datang meminta/memberi nasehat, tapi juga pada saat saya memandang diri sendiri. Secara tidak sadar saya mengetahui sebenarnya terdapat tak terhingga jalan menuju puncak, tapi secara tidak sadar juga saya berfokus pada sebuah atau beberapa gang sempit seolah hanya itu jalan yang ada. Konflik ketidaksadaran-ketidaksadaran ini adalah sumber perasaan "tidak lengkap" yang saya alami. Sesuatu yang hilang itu mungkin adalah alternatif2 yang secara tidak sadar saya eliminasi.

Lalu apakah artinya saya tidak boleh berfokus pada satu jalan ?

Hmm...pada akhirnya saya akan memilih, dan pada akhirnya saya akan berjalan pada satu jalan dalam satu waktu. Tapi jalan itu bukanlah harga mati. Karena saya sadar bahwa jalan itu hanyalah salah satu dari banyak alternatif. Saya tidak lagi kecil hati ketika mengetahui orang lain melaju di jalan mulus beraspal dan saya ada di gang sempit becek. Mungkin gang ini adalah jalan singkat menuju bandara, atau mungkin juga jalan buntu yang mengharuskan saya memutar balik. Tapi yang lebih penting lagi adalah melihat apa yang ada dijalan yang saya lewati. Karena setiap perjumpaan adalah caraNya berbicara pada saya.

Mungkin selama ini saya tidak pernah mendengar Dia berbicara karena saya terlalu sibuk membandingkan, terlalu sibuk merencanakan, terlalu sibuk menginginkan. Dan kata-kata beningNya tertelan dalam gelombang kerewelan permohonan-permintaan saya.

salam temans, kapan terakhir kali anda duduk diam tanpa permintaan-permintaan, keluh-kesah ataupun kesibukan pikiran ?

Labels:

panda yang menyimak

8/03/2008 06:05:00 PM / / comments (0)


ketika si panda sangat ingin menjadi pejuang naga, dia hanya menyimak alur latihan yang dilakukan oleh macan, ular, bangau, kera dan belalang. Lewat alur itu dia membandingkan dirinya dengan macan: "oh aku tak punya cakar, bagaimana aku bisa berlatih jurus2 macan?". Dia membandingkan dengan ular, "ular punya bisa, aku hanya punya gigi-gigi kecil". Dengan metode latihan bangau, dia sekuat tenaga mengatasi kekurangannya karena tidak memiliki sayap. Pembandingan dengan belalang dan kera membuatnya frustrasi karena perbedaan ukuran badan dan kelincahan.

Pembandingan keluar tidak membuat latihannya mengalami kemajuan. Keinginan menutupi kekurangan membuat pikirannya ramai, sehingga dia tak bisa menyimak dirinya sendiri. Menyimak dengan baik, bukan menyimak berdasarkan proyeksi pikirannya atas sesuatu. Proyeksi pikirannya adalah "untuk bisa mengalahkan musuh, harus punya cakar,bisa, sayap, atau tubuh kecil yg lincah". Dia melihat apa yang ada (tubuh gemuk, tdk punya cakar/bisa/sayap) tidak sebagai apa adanya, tp melalui proyeksi keinginannya, ketakutan, kecemasan (untuk bisa kuat harus memiliki....)

Dan kemudian, dengan kesadaran, apa yang dia lihat sebagai kekurangan sebenarnya tidak lain adalah "kemungkinan untuk berkembang".

selamat pagi sahabat, apakah yang anda lihat sebagai kekurangan pada diri anda?

Labels: