Pagi ini aku uring-uringan lagi.
Kenapa yaa, aku sekarang menjadi sangat gampang marah?
Aku marah sama temen kosku yang nekat nyalain pompa air buat mandi pada saat 3 komputer, termasuk komputerku hidup. Akibatnya listrik pun padam. Komputer mati tanpa dishut down.
Aku minta sama temenku di kamar mandi supaya mandi dengan air seadanya dulu, karna sebenernya air di bak sangat cukup untuk mandi satu orang. Tapi ternyata setelah pompa air kumatikan, tanpa sepengetahuanku dia nyalain lagi. Akhirnya kumatiin lagi, dan kabelnya segera kusembunyikan.
Eeh, ternyata setelah kericuhan itu, ada seorang lagi temenku dengan cueknya masuk kamar mandi dan nyalain pompa air lagi tanpa bilang-bilang. Kontan listrik padam untuk ketiga kalinya. Aku pun naik pitam.
“Kenapa dinyalain lagi?” dengan innocent dia menjawab, “Lha wong mau mandi je...”
“Kenapa nggak ngomong dulu? Kan aku bisa ngalah matiin komputer dulu!”
Begitulah, sepele.
Sebetulnya bukan masalah saling egois. Kalo pada peduli kan bisa diomongin dulu, dan ada yang bisa ngalah dulu. Aku sendiri juga mau aja ngalah. Tapi pada intinya aku marah karena kecuekan mereka itu.
Pada suatu malam, pernah seorang teman datang dari utara jogja nun jauh di sana.
Dan salah seorang temen kosku meminjam motornya buat halaqah.
Ternyata ditunggu-tunggu sampai jam 12 malam lebih nggak nongol-nongol. Padahal seharusnya halaqah rampung sebelum jam 10. Temenku pun gelisah karna harus segera pulang karna besok paginya dia harus kerja. Lagipula, pulang jauh dari selatan jogja, ke utara jogja, pada dini hari yang dingin dan sepi tentu sangat tidak menyenangkan.
Semua temen kos yang lain sudah masukin motornya dan pergi tidur. Tersisalah kita berdua nungguin temenku yang ndableg itu.
Sampai akhirnya kita nggak bisa nunggu lagi. “Susul!” Kataku. Kita pun pinjem motor dari salah seorang temen yang sudah tidur. Kita dengan repot ngeluarin motor yang sudah ngandang itu. Kebetulan di tempatku nggak ada garasi, semua motor ditaruh bejubel di ruang tamu yang sempit.
Ternyata setelah disusul di tempat halaqah sudah sepi. Kita pun balik ke kos.
Sampai di kos, temenku itu sudah pulang.
Dengan gusar aku bertanya, “Kemana aja sih?”
Dengan santai dia menjawab, “Mampir warnet bentar.”
Dan temenku pemilik motor, yang memang lugu dan tidak wangun marah itu, pamit pulang tanpa sepatah kata protespun.
Setelah itu, aku -yang nggak mau repot karna temenku itu- nyuruh dia tanggung jawab masukin motor.
Dia menolak, “Lho, kenapa harus aku yang masukin?”
Aku jawab “Yaa, karna motor itu nggak bakal dikeluarin kalo nggak buat nyari kamu..”
Dia ngeyel, “Enak aja, masukin sendiri aah!”
Aku ngotot, “Pokoknya masukin, atau ilang di luar!” Sambil kabur masuk kamar. Motor dengan kunci kontak masih menggantung di tempatnya kutinggal di luar.
Yang ini sepele juga?
Gara-gara pingin ngebelain temenku, aku malah bertengkar dengan temen sekos.
Temenku sendiri pemilik motor? Asik-asik aja tuh...
Aah... Aku jadi ingat berselisih hebat sama Awan...
Aku, Anip, dan Awan, 3 sahabat kental sejak SMP.
Aku dan Anip kuliah di Jogja, sementara Awan di Bandung.
Suatu ketika Awan main ke Jogja, tentu kita senang menyambutnya.
Aku pun nginap di tempat Anip, di pucuk utara Jogja sana supaya kita bisa menghabiskan waktu bersama.
Pada suatu hari, ba’da maghrib, Awan minta diantar Anip main ke tempat salah satu temen. Anip yang baik pun bersedia. Mereka pergi berdua dan aku tinggal di kos.
Singkat cerita, menjelang dini hari Anip pulang sendirian tanpa Awan.
Ternyata Awan memutuskan tinggal, tanpa rencana sebelumnya.
Tentu kasihan si Anip.
Kalau tahu Awan bakal tinggal, tentu dia sudah balik dari awal.
Tidak perlu menunggu dini hari untuk menempuh berkilo-kilo perjalanan, melewati jalan kaliurang yang gelap, dingin, dan sepi, sendiri.
Tapi Anip yang baik tidak mengucapkan sepatah kata.
Tinggal akulah pahlawan kesiangan yang belakangan berselisih hebat dengan Awan, meski hanya via internet. Karna diam-diam aku ngeper juga kalau harus protes langsung sama Awan.
Betapa perselisihan yang indah.
He he he... Sori ya buat Awan dan Anip. Aku mengungkit masa lalu demi pingin curhat di sini...
Tentu akhir dari semuanya hepi ending...
Tapi toh aku sempet begitu temperamental, di mana kayaknya dulu aku nggak begitu deh...
Dulu aku hanya seorang cowok lugu yang disukai ibu guru.
(sekarang aku juga takut ketinggian, padahal dulu hobi bener ‘penekan’/suka naik-naik ke pohon/tempat yang tinggi)
Apakah kalian berpendapat bahwa seharusnya aku nggak perlu marah-marah ada ketiga kasus yang kuceritakan barusan? Kalo aku, jujur berpendapat, “Ya, tidak semestinya aku marah”, karna kayaknya aku jadi tidak disukai dengan begitu.
Mungkin temen-temen di sini dengan membaca beberapa postinganku selama ini mempunyai kesan bahwa aku orang yang egosentris?
Mungkin, temen-temen bilang, bahwa ketika aku menulis ‘Kenapa yaa, aku sekarang menjadi sangat pemarah?’ di awal postingan ini, yang sejatinya aku maksudkan adalah ‘Kenapa ya, orang bisa begitu tidak peduli?’
Mungkin saja begitu sih...
Karna ketika kemarin aku minta beberapa masukan mengenai cinta, dan pada akhirnya Puffy bilang bahwa cinta adalah something undefined, sebenarnya aku sudah menemukan definisi cinta yang sederhana dan pasti, dan aku yakini, bahwa cinta = peduli.
Labels:
aryo
Kenapa yaa, aku sekarang menjadi sangat gampang marah?
Aku marah sama temen kosku yang nekat nyalain pompa air buat mandi pada saat 3 komputer, termasuk komputerku hidup. Akibatnya listrik pun padam. Komputer mati tanpa dishut down.
Aku minta sama temenku di kamar mandi supaya mandi dengan air seadanya dulu, karna sebenernya air di bak sangat cukup untuk mandi satu orang. Tapi ternyata setelah pompa air kumatikan, tanpa sepengetahuanku dia nyalain lagi. Akhirnya kumatiin lagi, dan kabelnya segera kusembunyikan.
Eeh, ternyata setelah kericuhan itu, ada seorang lagi temenku dengan cueknya masuk kamar mandi dan nyalain pompa air lagi tanpa bilang-bilang. Kontan listrik padam untuk ketiga kalinya. Aku pun naik pitam.
“Kenapa dinyalain lagi?” dengan innocent dia menjawab, “Lha wong mau mandi je...”
“Kenapa nggak ngomong dulu? Kan aku bisa ngalah matiin komputer dulu!”
Begitulah, sepele.
Sebetulnya bukan masalah saling egois. Kalo pada peduli kan bisa diomongin dulu, dan ada yang bisa ngalah dulu. Aku sendiri juga mau aja ngalah. Tapi pada intinya aku marah karena kecuekan mereka itu.
Pada suatu malam, pernah seorang teman datang dari utara jogja nun jauh di sana.
Dan salah seorang temen kosku meminjam motornya buat halaqah.
Ternyata ditunggu-tunggu sampai jam 12 malam lebih nggak nongol-nongol. Padahal seharusnya halaqah rampung sebelum jam 10. Temenku pun gelisah karna harus segera pulang karna besok paginya dia harus kerja. Lagipula, pulang jauh dari selatan jogja, ke utara jogja, pada dini hari yang dingin dan sepi tentu sangat tidak menyenangkan.
Semua temen kos yang lain sudah masukin motornya dan pergi tidur. Tersisalah kita berdua nungguin temenku yang ndableg itu.
Sampai akhirnya kita nggak bisa nunggu lagi. “Susul!” Kataku. Kita pun pinjem motor dari salah seorang temen yang sudah tidur. Kita dengan repot ngeluarin motor yang sudah ngandang itu. Kebetulan di tempatku nggak ada garasi, semua motor ditaruh bejubel di ruang tamu yang sempit.
Ternyata setelah disusul di tempat halaqah sudah sepi. Kita pun balik ke kos.
Sampai di kos, temenku itu sudah pulang.
Dengan gusar aku bertanya, “Kemana aja sih?”
Dengan santai dia menjawab, “Mampir warnet bentar.”
Dan temenku pemilik motor, yang memang lugu dan tidak wangun marah itu, pamit pulang tanpa sepatah kata protespun.
Setelah itu, aku -yang nggak mau repot karna temenku itu- nyuruh dia tanggung jawab masukin motor.
Dia menolak, “Lho, kenapa harus aku yang masukin?”
Aku jawab “Yaa, karna motor itu nggak bakal dikeluarin kalo nggak buat nyari kamu..”
Dia ngeyel, “Enak aja, masukin sendiri aah!”
Aku ngotot, “Pokoknya masukin, atau ilang di luar!” Sambil kabur masuk kamar. Motor dengan kunci kontak masih menggantung di tempatnya kutinggal di luar.
Yang ini sepele juga?
Gara-gara pingin ngebelain temenku, aku malah bertengkar dengan temen sekos.
Temenku sendiri pemilik motor? Asik-asik aja tuh...
Aah... Aku jadi ingat berselisih hebat sama Awan...
Aku, Anip, dan Awan, 3 sahabat kental sejak SMP.
Aku dan Anip kuliah di Jogja, sementara Awan di Bandung.
Suatu ketika Awan main ke Jogja, tentu kita senang menyambutnya.
Aku pun nginap di tempat Anip, di pucuk utara Jogja sana supaya kita bisa menghabiskan waktu bersama.
Pada suatu hari, ba’da maghrib, Awan minta diantar Anip main ke tempat salah satu temen. Anip yang baik pun bersedia. Mereka pergi berdua dan aku tinggal di kos.
Singkat cerita, menjelang dini hari Anip pulang sendirian tanpa Awan.
Ternyata Awan memutuskan tinggal, tanpa rencana sebelumnya.
Tentu kasihan si Anip.
Kalau tahu Awan bakal tinggal, tentu dia sudah balik dari awal.
Tidak perlu menunggu dini hari untuk menempuh berkilo-kilo perjalanan, melewati jalan kaliurang yang gelap, dingin, dan sepi, sendiri.
Tapi Anip yang baik tidak mengucapkan sepatah kata.
Tinggal akulah pahlawan kesiangan yang belakangan berselisih hebat dengan Awan, meski hanya via internet. Karna diam-diam aku ngeper juga kalau harus protes langsung sama Awan.
Betapa perselisihan yang indah.
He he he... Sori ya buat Awan dan Anip. Aku mengungkit masa lalu demi pingin curhat di sini...
Tentu akhir dari semuanya hepi ending...
Tapi toh aku sempet begitu temperamental, di mana kayaknya dulu aku nggak begitu deh...
Dulu aku hanya seorang cowok lugu yang disukai ibu guru.
(sekarang aku juga takut ketinggian, padahal dulu hobi bener ‘penekan’/suka naik-naik ke pohon/tempat yang tinggi)
Apakah kalian berpendapat bahwa seharusnya aku nggak perlu marah-marah ada ketiga kasus yang kuceritakan barusan? Kalo aku, jujur berpendapat, “Ya, tidak semestinya aku marah”, karna kayaknya aku jadi tidak disukai dengan begitu.
Mungkin temen-temen di sini dengan membaca beberapa postinganku selama ini mempunyai kesan bahwa aku orang yang egosentris?
Mungkin, temen-temen bilang, bahwa ketika aku menulis ‘Kenapa yaa, aku sekarang menjadi sangat pemarah?’ di awal postingan ini, yang sejatinya aku maksudkan adalah ‘Kenapa ya, orang bisa begitu tidak peduli?’
Mungkin saja begitu sih...
Karna ketika kemarin aku minta beberapa masukan mengenai cinta, dan pada akhirnya Puffy bilang bahwa cinta adalah something undefined, sebenarnya aku sudah menemukan definisi cinta yang sederhana dan pasti, dan aku yakini, bahwa cinta = peduli.
10 comments:
cieeee...
masalah egois ato suka marah tuh,
adalah emosi jiwa yg sabda Nabi
adalah musuh kita, musuh paling berbahaya.
aku rasa km dah tau yo...jawaban apa yg terbaik.
klo membaca dongengnya, huehehehe
yg ketiga tuh paling keren, :D
Triple'A' (Aryo, Awan, Anip)
aryo yg jd pahalawan bertopengnya sinchan,
anip yg baik hati,
awan yg tega, hiks...
huahahaha...seneng jg dengerinnya ...
hihi... dicerita itu mmg ak yg jd bad boy... hmm...lebi tepatnya sbg stupid boy(mungkin setara dgn cerita stupid girl-nya pink ^_^)
hari ini banyak nerima kritikan neh,bbrp ejekan jg ada, tp sedikit mengingat kebodohan masalalu ak rasa ga bakal membunuhku ^_^
kali ini tentang aku lho.
nggak ada maksud ngritik, apalagi membunuhmu.
dan kamu bukan bad boy apalagi stupid boy...
kan aku udah bilang dulu...
you're just... prince charming.
awan,aryo,anip...
AB three versi cwo kali ya :p
we're more than ab three wiwied... kalo waktu itu ada produser bertangan dingin yg iseng jalan2 ke pml, pasti bakal ada band bernama ZOOMPID yg melegenda....
hemm... maybe we'll be more lucky in the next lifetime.... ^_^
oiy, kelupaan satu lagi...
PRINCE CHARMING ????
nek sing iki jelas iso mateni ak yo... ^_^
cinta = peduli
hmmmm...aku pikir maknanya lebih dari itu
peduli cuman salah satu unsurnya
unsur yang laen masih banyak lho
maybe tak terhingga
gitu kali yo...
^_^v
to Awancool
the next lifetime?
gimana kalo yg wujudin nanti
someday...awan jr,aryo jr,anip jr,...trus yg nemuin nanti produser jr yg bertangan dingin
:p
lah?
peduli itu kan pengertian yang paling mendasarnya?
aku kan bilang hakekat cinta....
senang, sedih, pengorbanan, sayang, possesif, marah, bahkan benci... bahkan membunuh karna tidak ingin si dia dimiliki orang lain...
itu semua kan ekses dari peduli?
in the next lifetime, the things will never be the same again... kujamin itu.
eh, kalo wiwied mau berbaik hati ngasih tahu aku unsur-unsur lain dari cinta, selain peduli, aku sangat berterima kasih lho.
Very nice site! » » »
Post a Comment