Wahai Bapak-bapakku

10/28/2006 11:49:00 PM / /

Wahai Bapakku-bapakku yang terhormat..
Maafkanlah kelancangan sikap anakmu ini,
Maafkanlah kejujuran rasa anakmu ini,
Wahai bapak-bapakku kusampaikan dengan segala hormat
Keluhan jiwa yang tersimpan tersembunyi dalam kerapuhan.
Bapakku begitu benarkah pengalaman-pengalaman hidupmu,
Hingga kau berhak dengan segala wibawamu untuk menitahkan pada kami, Titahmu yang mulia ”nak Jadilah orang yang pemberani”, namun apa yang terjadi? Wahai bapakku kau telah lemahkan jiwa kami dan didik jiwa kami menjadi orang pengecut dan kerdil. Tanpa kau sadari kau telah benturkan keperkasaanmu, kepintaranmu, keberanianmu, wibawamu yang kau banggakan dengan jiwa kanak-kanak kami yang belum sempurna. Bagaimana bisa kau salahkan kami atas segala tindakan kami semasa kecil, dengan harapan sesuai dengan kepintaranmu, keperkasaanmu, sungguh sudah lupakah kalian Bapakku yang kubanggakan? Kami masih kecil!, kami masih butuh dorongan semangat darimu bapakku, kami butuh kasih sayang kalian dan pengangkatan kalian ketika kami terjatuh dalam kesalahan, bukannya kata mutiara yang seperti mencekik jiwa kami, kau sering berkata: ”Masa begitu saja ga bisa? Begitu saja salah! Kamu ko ga seperti bapak dulu? Kamu bodoh sekali sich!” dan masih banyak lagi perbendaharaan kata yang membuat perut mual, susah makan, membuat diri tak berarti, seperti terbuang pada ruang tak berpijakan tak berwarna tak berasa, terasing jauh dalam ruang hampa gelap tak berujung, yang kemana-kemana JIWA MELIHAT(Yang memang tak bisa melihat!) tak ada batas untuk menjadi pegangan. Wahai bapakku tanpa kau sadari kau telah ciptakan monster raksasa yang slalu menakut-nakuti jiwa kami yang rapuh, dengan dia selalu berujar, ”setiap yang kamu kerjakan pasti ujungnya kegagalan, kesalahan, karena itu diam saja, jangan maju jangan bertindak, kalau kamu mempercayaiku, kamu akan selamat, kamu tak akan tersakiti”, sungguh penipu yang bisa kami kenali kepalsuaanya, tetapi kenapa mereka kerap menang terhadap sisi keberanian jiwa kami.

Wahai bapakku-bapakku yang tercinta..
Kini putra kebanggaanmu telah beranjak dewasa,
Kini kami telah mampu berdiri tegap dengan asa masa muda yang bergelora,
kini kami memiliki mimpi yang besar dalam hidup kami,
kami bermimpi jadi manusia yang berarti dalam hidup,
kami bercita-cita menjadi penerus bangsa yang dapat membangkitkan bangsa yang telah lama terkubur dalam keterpurukan zaman, kelemahan sehingga termangsa zaman, kebodohan sehingga tertipu zaman, kemiskinan sehingga tertindas zaman. Namun belumlah kami sampai pada rumusan cita dan mimpi kami, kami tersadarkan bahwa jiwa kami masih sangatlah lemah, kami terkaget kemanakah bagian jiwa kami itu?, kemanakah perginya keberanian kami? Kemanakah perginya inisiatif dan kreatifitas kami? Kenapa jiwa ini seperti terpenjara?, ketika dihadapkan pada suatu masalah yang memang perlu tindakan, keberanian kami seperti tak mau maju diam terpaku menyaksikan diri, keluarga, masyarakat, dan bangsanya semakin tertindas. Kadang kami berpikir apakah pantas kami berbangga diri dengan telah melaksanakan semua amal ibadah pada Tuhan Yang Maha Agung, Tuhan yang Tiada Tuhan selain-Nya, tetapi kami tidaklah memiliki arti dan sumbangan apapun dalam kehidupan dunia ini.Apakah jiwa ini telah lupa bahwa Tuhan Yang Maha Kaya, Yang Maha Mulia tidaklah membutuhkan puji-pujian, sanjungan-sanjungan, karena Tuhan bukanlah Tuhan Yang gila Hormat. Apa yang bisa dibanggakan dihadapan Tuhan jika aku ditanya apa yang telah kau perbuat semasa hidupmu untuk sesama, karena tugasmu adalah khalifah di bumi-Ku? Sungguh jiwa ini kelak kan sesak tak mampu berkata-kata barang sepatah katapun.Jiwa ini tersadar bahwa jiwa inilah yang sangat membutuhkan pertolonganNya, Petunjuknya, diberiNya kekuatan dari sisiNya, ketika kutegak berdiri berbibadah padaNya.Berangkat dari kesadaran ini, kini anakmu menyongosong menelusuri jalan untuk kembali menemukan jiwanya yang hakekat, jiwa yang telah terenggut oleh (maaf..) kesoktahuan, kekerasan sikapmu wahai bapakku yang sangat kusayangi.

Wahai bapak-bapakku yang kubanggakan..
Sekarang kami telah cukup kuat untuk melangkah menapaki takdir hidup yang telah ditetapkanNya untuk kami, harapan kami, do’a tulus dari kalian bapak-bapaku, percayakanlah kebanggaan kalian pada kami, titipkanlah masalah hidupmu pada kami untuk kami selesaikan. Janganlah seperti ini bapakku.., jangan kau kembali hantamkan kesombonganmu akan pengalaman hidupmu dengan pencarian kami, janganlah kau remehkan kebiasaan kami membaca banyak teori tentang kehidupan yang lebih baik, membaca kisah-kisah orang berhasil dan punya sumbangsih buat kehidupan, janganlah kengkuhanmu karena merasa dituakan, dihormati membuatmu berhenti untuk terus bercengkrama dengan keagungan ayat-ayat kitab suci, dengan karya-karya besar orang berilmu untuk memperkaya takhta tubuhmu. Janganlah kau kembali coba tanpa kesadaranmu, tanpa pengetahuan, untuk mengusik pencarian jati diri kami yang tak kau sadari telah kau usir dari jiwa kami semenjak kami kecil.

Wahai Bapakku yang telah menjagaku dengan segenap tetesan darah dan keringatmu, kami masihlah sangat menyayangimu, karena berkat tangan-tanganmu yang dikuasakan Tuhan pada kami, kami dapat terlahir, hidup, kami dapat belajar, kami dapat perlindungan dari bahaya, kau buatkan kami istana yang nyaman dan aman agar kami tak tersengat terik matahari yang memang hari demi hari semakin keras sengatannya, kau lakukan itu semua hanya buat kami anak-anakmu yang kau harap jadi kebanggaanmu. Sekarang tak usahlah cemas bapak-bapakku yang selalu memperhatikanku, kami kan selalu mendoakan semoga kan kau temukan jalan yang lebih lurus hingga kau berhenti menjual harta bangsamu hanya untuk memenuhi kebutuhan kami, kau berhenti bertengkar antar sesama hanya untuk kepentingan anakmu semata, kau berhenti menjual idelismemu hanya untuk menyuapi kami, kuharap janganlah demikian bapakku tercinta, bagimana nasib kami kelak jika semua harta bangsa telah tergadaikan, apakah kamu telah hilang akal hingga berbuat seperti itu bapak-bapaku, yang kutahu kalian tentunya pintar. smoga kauraih ketenangan jiwa yang hakiki, kedamaian hati dalam tuntunan ilmu dan hikmah, kepuasan dan kebanggaan yang melegakan karena kau telah melihat buah hatimu terus berkembang menjadi pemuda yang gagah menyongsong rintang demi rintangan tuk capai cita-citaku dan cita-citamu pula.Wahai bapakku tahukah kalian, Jasa kalian sudahlah teramat besar, hingga terasa kecillah kesalahan-kesalahnmu dihadapan kami, biarlah kini kelemahan jiwa kami menjadi bagian perjuangan kami untuk kembali membawanya pulang kehalaman rumah hati kami. Biarlah ini menjadi pelajaran bagi kami untuk mendidik anak kami, yang tentu seperti layaknya kau telah menginginkan, seperti itu pulalah kami menginginkan anak kami, cucumu menjadi anak-anak keluarga, masyarakat dan anak bangsa yang kuat, yang berani, yang garang berjuang mencapai puncak cita-citanya mencapai masyarakat yang lebih baik, mewujudkan masyarakat harmonis penuh cinta kasih pada sesama.Wahai bapak-bapak kami semoga kami mampu mmenemukan dan mewujudkan harapan kita bersama, wahai bapak-bapakku yang tercinta.

Labels:

1 comments:

Anonymous on Wednesday, November 15, 2006 2:43:00 AM

Sabar ya Ardi..
Sebenarnya berat juga bagi kita ketika harus menuruti semua yang diinginkan kedua orang tua. Apalagi ketika kita mulai bisa memutuskan masalah sendiri. Bukannya sok dewasa sih, tapi memang kita harus belajar untuk mandiri. Dalam keluarga tentunya kita juga ingin pendapat kita diperhatikan. Tapi kadang tidak semua pendapat kita senada dengan ortu. Tapi bagaimanapun mereka memang lebih dulu ada dibanding kita, jadi kita harus belajar banyak dari mereka, meski tidak semua dapat kita laksanakan. Perbedaan bukanlah penghalang untuk tetap menyayangi. Tidak mengapa beda asal kita dengan lembut bisa memberitahukannya.

Post a Comment