Aryo 2 Inung (1)
Nung, maaf yaa...
Kemarin, aku bener-bener nggak bijaksana nulis “cewek sih enak, boleh jatuh cinta sama suami orang”. Saat itu aku lagi agak emosi...
Bukan! bukan sama Inung yang ngetiwiin aku... Aku sedang kesal sama temenku di sini. Temenku, cewek, naksir sama seorang cowok, yang kebetulan temenku juga. Nah, temenku yang cowok ini kebetulan sudah punya istri yang kebetulan aku kenal juga. Singkat cerita terjadilah poligami... Poligami yang menurutku tidak seharusnya terjadi.
Kalo temenku yang cewek tidak terlalu agresif, dan sedikit tahu diri. Kalo temenku yang cowok tidak terlalu gampangan, dan sedikit lebih tegas. Simpatiku tentu jatuh pada istri dari temen cowokku itu, yang suara keberatannya tidak pernah dipertimbangkan.
Fankihu maa thaabalakum minannisaa’
Nikahilah wanita-wanita yang kamu sukai.
Terjemahan yang bisa kita lihat di dalam hampir semua Al-Qur’an terjemahan itu pernah dipermasalahkan oleh Abdul Moqsith Ghazali, -tokoh JIL- dalam sebuah diskusi panel di UGM.
Menurut Moqsith, terjemahan itu salah secara gramatikal. Bukan ‘wanita-wanita yang kamu sukai’, tapi ‘wanita-wanita yang menyukai kamu’. Sehingga wanita tidak diposisikan sebagai objek yang hanya bisa pasrah tanpa bisa memilih.
Benarkah Moqsith dan salahkah Depag?
Aku pernah menanyakan pada salah satu ustadzku tentang itu. Menurut ustadzku, masalah itu tidak sesederhana masalah gramatikal bahasa, tapi lebih ke tafsir. Oleh karena itu ustadzku yang mahir berbahasa Arab pun tidak bisa menyalahkan terjemahan dari Depag maupun Moqsith.
Tapi ustadzku menegaskan terjemahan Depag pun bukannya bertendensi untuk meletakkan wanita sebagai objek yang tidak kuasa menolak dijadikan istri kedua, ketiga, dan ataupun keempat.
Seperti banyak digambarkan dalam adegan film klise, seorang bapak punya hutang bejibun pada seorang rentenir tua bangka. Rentenir itu kemudian meminta putri dari bapak malang itu sebagai istri kalau ingin dibebaskan dari beban hutang.
Terjadilah adegan menyebalkan, aqad nikah dengan si tua bangka tersenyum penuh fantasi membayangkan malam pertama bersama istri baru di sebelahnya yang sedang terisak-isak tak berdaya.
Tidak, tentu tidak boleh seperti itu.
Tapi bagaimana mencari rujukan nash Qur’an maupun hadits yang menjelaskan tentang hal itu?
Bagaimana bila si bapak menolak, “Putriku tidak mencintai Anda wahai tuan rentenir...” Dan si rentenir menjawab, “Tidak masalah! Lihat saja An-Nisaa’ ayat 3! Tidak ada yang mengatakan bahwa putrimu harus mencintai daku, yang penting aku sudah ngebet ama dia, pernikahan bisa dilaksanakan!”
Memang sulit ditemukan nash yang bisa melawan pemerkosaan terhadap An-Nisaa’ ayat 3 itu.
Kalau begitu bukankah lebih baik menerjemahkan ‘maa thaabalakum’ dengan ‘yang menyukai kamu’? daripada diterjemahkan dengan ‘yang kamu sukai’ yang rawan penyalahgunaan ayat?
Walaupun Moqsith adalah tokoh JIL, aku cenderung pada pendapatnya. Walaupun aku tetap menganggap poligami adalah boleh, tidak seperti pendapat akhir Moqsith yang mengharamkannya.
Fankihu minannisaa’, nikahilah wanita-wanita. menurutku kalimat fi’il itu sudah mengandung pengertian ‘yang kamu sukai’. Karena, ngapain juga kita menikahi wanita yang tidak kita sukai? Oleh karena itu pertanyaannya adalah bagaimana dengan si wanita? Maa thaabalakum, lebih tepatlah bila dimaknai dengan ‘yang menyukai kamu’.
Begitulah menurutku penerjemahan semacam itu tidak menafikkan kebolehan poligami.
Dan dengan penerjemahan itu, poligami masih tetap relevan di masa sekuler sekarang.
Bapak-bapak playboy cap kuda yang menyebar rayuan gombal bahwa dirinya masih sendiri, dan masih bujangan, hanya ada di dalam sinetron-sinetron atau di dalam lagunya Anggun C. Sasmi.
Pada kenyataannya banyak wanita yang mengetahui kalau misalnya pria yang ditaksirnya sudah beristri. Pria beristri itu juga kebanyaan tidak menyembunyikan kenyataan itu.
Kenyataannya, hal itu tidak mengganggu banyak wanita yang mengalaminya. Si wanita masih mengharapkan pria beristri itu. Hanya saja dalam kenyataan sekarang ini yang lebih banyak terjadi adalah perselingkuhan yang terkutuk. Di mana pria itu seharusnya ditanam di dalam tanah sebatas lehernya, dan kepalanya dilempari batu-batuan tanpa rasa belas kasihan sampai dia mati.
Yup, yang terjadi adalah perselingkuhan di mana ujung-ujungnya yang dirugikan selalu pihak wanitanya. Hampir semua film horor Asia yang pernah kutonton bercerita tentang pria beristri yang membunuh wanita kekasih gelap, pasangan selingkuhnya, dan arwah wanita itu pun gentayangan membalas dendam.
Tidak, aku tidak mengatakan kalau seharusnya yang terjadi adalah poligami.
Maksudku adalah bahwa tidak semua wanita menolak dijadikan istri kedua. Ada wanita yang bisa menyukai pria beristri, dan sudi dijadikan istri kedua.
Tapi tentu kisahnya tidak picisan seperti itu.
Dalam islam pun pedekate pedekate semacam itu jelas dilarang.
Tidak seharusnya poligami terjadi sebagai sebuah ending dari seorang pria beristri yang tertarik pada rekan kerja wanitanya, kemudian sering makan siang bersama, lembur bersama, pulang bersama dalam satu mobil, dan seterusnya.
Tidak seharusnya pula poligami terjadi ketika seorang dosen tidak bisa menahan nafsu melihat mahasiswinya yang seksi, kemudian sering menjemput dan mengantarnya pulang, mengunjungi kos-kosannya, mebawakannya oleh-oleh, memberinya kuliah privat ekstra, mengajaknya jalan-jalan ke mall, dan seterusnya.
Begitu pula seharusnya poligami tidak terjadi pada kisah teman-temanku itu. Di mana keluarganya sama sekali tidak dibangun dengan islami, proses perkenalannya dengan istri kedua pun penuh dengan khalwat, khalwat, dan khalwat. Tidak usahlah dibahas apakah temanku itu bisa berlaku adil atau tidak.
Sangat disayangkan.
Kemudian aku menuliskan ‘cewek sih enak boleh jatuh cinta sama suami orang’ pada Inung.
Aku yakin tentu Inung tidak seperti temanku itu.
Aku sangat tidak bijaksana...
Maafin aku ya Nung...
Maaf...
Maaf...
Maaf...
Maaf...
Maaf...
Maaf...
Maaf...
1 comments:
You have an outstanding good and well structured site. I enjoyed browsing through it Valentine one v.1.8 radar detector jaguar seat covers Tenuate 90 pill on line
Post a Comment