Saya suka backpacking. Darena cara bepergian macam ini memberikan saya lebih banyak kebebasan, kejutan, dan juga interaksi dengan masyarakat lokal.
Dengan backpacking kejutan ada di setiap titik. Seperti ketika saya menumpang truk menuju lombok, disana saya pertama kali bertemu dengan orang yang namanya sama dengan saya. Sebelumnya saya menganggap bahwa jikapun ada, maka akan sangat sulit menemukan orang yang namanya sama dengan saya. Tapi diperjalanan itu, saya tidak hanya bertemu dengan satu orang, tapi 3 orang!
Aroma kebebasan sangat kental terasa, karena cara ini membuat saya menentukan itinerary sendiri tanpa harus strict berpegang teguh kepadanya. Saya bisa menentukan beberapa rute, tapi pada banyak kesempatan hanya rute awal dan rute akhir yg saya ikuti. Bahkan seringkali saya hanya punya tujuan dan tempat dimana saya berdiri saat itu. Sisanya adalah kebebasan kemana ketertarikan membawa saya. Mungkin saya akan sampai ke tujuan, mungkin juga tidak. Tapi yang pasti saya bebas mengikuti keinginan saya.
Jika kita bepergian dengan agen perjalanan, maka saya akan tinggal di hotel. Kemudian saya akan diantar dengan mobil/bis travel menuju obyek wisata, restoran, pasar seni dll. Tapi hal-hal itu membatasi saya untuk berhubungan dengan masyarakat lokal. Saya lebih suka berjalan kaki, menginap di masjid, pinggir pantai , dirumah penduduk sekitar pernah juga di kantor polisi. Karena dengan itu saya bisa bertemu dengan orang2 yang hidup disitu. Orang-orang yang mempunyai cerita2 seru dan belajar kebijaksanaan dari mereka. Pernah suatu ketika saya bersama seorang teman sedang dalam perjalanan motor menyusuri pantai barat jawa menuju sumatra. Kami bermalam di pos penjaga pantai dan semalaman ngobrol dengan penjual karcis yang orang banten. Ternyata, penjaga pantai saja bisa berbicara panjang lebar tentang ketidak-efektifan BLT. Hal ini merontokkan kesombongan saya sebagai mahasiswa. Seharusnya seorang mahasiswa tidak merasa pintar karena sudah bisa ngomong tentang ketidak-efektifan BLT, tapi harus lebih maju pemikirannya dari pada itu. Karena kalau tidak, maka berarti pikiran mahasiswa sama dengan pikiran tukang jaga karcis yang cuman lulus SMA.
Di sisi yang lain, pengalaman ini mengizinkan saya mencicipi kekinian. Untuk menikmati makanan hambar di dek paling bawah kapal besar, menikmati rasa takut dibawah ancaman preman di sebuah pangkalan truk dini hari, menikmati cerita sedih penjual keripik padang yang anaknya dipenjara, menikmati kebaikan penduduk lokal, menikmati ditipu, menikmati segala rasa yang ada. Mengajarkan saya bahwa di titik manapun kita hidup, bagaimanapun buruknya keadaan, selalu ada hal-hal yang masih bisa kita syukuri.
==================================================
cuman lg belajar nulis :D
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 comments:
sering kali kenikmatan dirasakan jika kita sudah mengecap pahit kehidupan
tulisan anda makin meningkat sajah!!
keep backpaking baik diluar maupun kedalam diri!!!
siaph jendraaaaaaaallll :D
Post a Comment