Jakarta-Kutoarjo 2
Gimanapun, tiket kereta Kutoarjo yang seharga 30ribu itu membuatku merasa kehilangan 50ribu. Hatiku bener2 nggak enak, dipenuhi penyesalan, andai tadi begini, kalau saja tadi begitu, dsb.... Itu nggak berguna, tapi sulit dihilangkan, pocari sweat pun nggak bisa membantu. Aku berdoa sama Allah, “Wahai Allah yang maha membolak-balik hati, tenangkanlah suasana hatiku, aku nggak tahu gimana cara bekerjanya tapi Engkau pasti bisa ya Allah...”
Ternyata kemudian Allah memberi cerita ini... Di sebelah kami, di bangku 2-2 duduk 3 orang remaja ingusan, 1 cowok, 2 cewek. Kelihatannya mereka bersama, tapi yang jelas nggak ada orang tuanya. Sebelum itu Bapak tua di sebelahku terus berbicara tentang segala pedagang, pengamen, pengemis, peminta sumbangan, yang harus diwaspadai. Terlebih ketika ada seorang peminta sumbangan yang setelah mengedarkan kotak sumbangannya, dia duduk di salah satu bangku kosong, membuka kotak itu dan mengantungi sejumlah uang dari kotak itu. Kami menyaksikannya dan hal itu dibahas abis sama si Bapak tua.
Nah, tiba2 seorang pedagang minuman datang dan serta merta membuka sekaleng greensand lantas menaruhnya begitu saja di bangku remaja cowok di samping kami, dan langsung pergi begitu saja. Remaja itu walau bingung karna dia nggak merasa pesen tapi cuek aja walau agak tegang juga nungguin pedagang itu tadi kembali.
Benar... Pedagang itu kembali membawa 2 temannya dan meminta bayaran yang nggak tanggung2, yaitu 22.500 perak! Intimidasi itu berlangsung beberapa saat karna remaja itu walau ketakutan dia nggak mau bayar. Kelihatannya dia emang nggak punya duit sih...
Bapak tua di sebelahku itu memperhatikan terus dan sudah siap tempur. Buset... nekat bener Bapak itu. Aku aja nggak bakal berani kalau nggak ada dia. Ujung-ujungnya remaja yang nggak bisa bayar itu dijotos dengan sangat dramatis sama pedagang preman itu, melihat hal itu sontak si Bapak tua berdiri dan mencekal tangan pedagang sableng itu, tapi 2 teman pedagang itu segera menahannya. Saat itulah, saat kupikir “habis deh si Bapak tua...” Bapak tua itu membentak-bentak “Jangan main pukul! Anak itu nggak pesen! Saya lihat dari tadi!” Kelihatannya mengancam padahal tujuannya menarik perhatian penumpang lain karna gimanapun si Bapak sadar kalau dikeroyok wassalam juga. Sontak saat itu juga semua penumpang 1 gerbong berdiri. Pedagang itu ngeper dan ngeloyor pergi diiringi ancaman2 si Bapak tua, “Awas, nanti saya laporkan! Jangan seenaknya di sini! Saya ingat wajah kamu!”
Gile bener deh, Bapak tua yang aku yakin usianya sudah kepala 60 itu heroik bener...
Singkat cerita, si Bapak tua bergegas mencari petugas, dan bersama-sama melacak pedagang preman itu. Ketemu, dan pedagang itu pun diturunkan paksa saat kereta berhenti. Saat kereta jalan, pedagang apes itu dilempari penumpang dari atas gerbong kami dengan berbagai benda yang dapat dilempar, botol aqua, tissue, sampah, dsb.
Remaja yang masih tersedu-sedu itu dihibur sama penumpang lain. “Udah, itu minumannya diminum saja! Sudah kamu bayar dengan jotosan...” (Minuman kaleng itu ternyata ditinggal sama si pedagang). Mendengar hal itu, si Bapak tua lagi-lagi angkat bicara, “Jangan! Itu barang haram! Buang saja, jangan diminum!” sambil langsung mengambil minuman itu dan melemparnya keluar jendela. “Anak-anak kecil seperti kalian ini, kalau bepergian sendiri mbok berbaur sama kita-kita ini para orang tua! Walau nggak kenal nggak apa-apa! Daripada diincar sama copet dan pemeras!”
Setelah peristiwa itu aku memang jadi nggak mikirin rugi 50ribu itu lagi. Tuhan memang bekerja dengan cara yang misterius....
Dari obrolan-obrolan selanjutnya, ketahuan bahwa si Bapak tua ternyata mantan anggota TNI AD. Sesampainya di Kutoarjo, aku diantarnya dari stasiun sampai terminal bis. Aku ditinggalkannya menunggu bis jurusan Jogja. Bis Kutoarjo-Jogja ternyata ongkosnya hanya 7ribu perak. Kalau dipikir-pikir, aku hanya membayar keteledoranku itu dengan 7ribu perak untuk sampai Jogja.
Ditambah sekarang aku jadi tahu jalur yang lebih murah kalau besok aku pulang pergi Jakarta Jogja lagi. Kereta ekonomi Kutoarjo-Jakarta kata si Bapak tua yang sudah berpengalaman itu memang selalu sepi penumpang. Yang membuat aku enggan naik kereta ekonomi Jogja-Jakarta adalah penuh sesaknya, nggak dapet tempat duduk, dan jam keberangkatannya yang selalu malam hari. Ternyata kalau naik yang Kutoarjo Jakarta, keretanya sepi dan berangkat pagi. Kalaupun harus naik yang bisnis, tiketnya cuman 55ribu perak. Yaaa gituu deh....
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment