Mendut, when the time stood still

1/05/2009 06:45:00 AM / /


Saya tidak mengerti apa yang saya cari disini.
Lagi pula, mengapa saya merasa harus mencari sesuatu?
Mungkin saya hanya ingin mencoba membanding2kan dengan "teknik-teknik memperbaiki hidup" yang pernah saya ikuti sebelumnya.
Saya memulai dengan keraguan.
7 hari, tanpa handphone, jam, dompet.
larangan berbicara kecuali satu jam diskusi malam.
bangun jam 3 pagi, tidur jam 10.
diantaranya dipenuhi meditasi duduk, berdiri, duduk, dan berbaring.
makan sehari dua kali, hanya pagi dan siang tanpa makan malam.
kalau saya tahu lebih dahulu aturannya seperti ini, mungkin saya akan jerih terlebih dahulu.

Hari pertama adalah neraka.
Saya bergelut dengan rencana2 yang ingin dikerjakan selepas retret ini.
Pikiran saya mengayun luas, mencari tiap selah untuk efektifitas dan efisiensi.
Kemudian muncul pengetahuan tentang masa lampau.
Tentang trauma, tentang rasa ingin menyalahkan, tentang dendam, tentang cara pembalasan.
Kemudian muncul tentang nafsu. Nafsu keserakahan, nafsu birahi masa muda, nafsu tidak ingin kalah, nafsu ingin selalu dianggap hebat.
Lalu deraan fisik, punggung, kaki, tidak betah, bosan, dll
Semua datang silih berganti dan saya sebagai pengamat ingin turut mencampuri.
Yang ada adalah konflik yang hebat.
Saling mengalahkan, saling mengontrol, saling mencoba menguasai.

Hari kedua kurang lebih sama dengan hari pertama.
Larangan berbicara membuat saya bisa lebih banyak mengamati pikiran. Dalam kesadaran mengamati, maupun tidak.
Karena seringkali saya terseret dalam rencana masa depan.
Merasa hebat dan aman dengan segala rencana dan langkah-langkah persiapan untuk kemungkinan yang bakal terjadi.
Kemudian merasa cemas krn kemungkinan lain yang dimunculkan oleh pikiran saya.
Juga sedikit triger bisa menyeret pada lamunan masa lampau.
Terombang-ambing di masa depan dan masa lalu.
Lupa tentang saat ini.
Hari kedua ini saya mengalami momen melambat pada saat meditasi jalan.
Hanya beberapa detik saya merasakan ada "sesuatu".
Dan ketika saya melihat tangan saya, rasanya seperti melihat lukisan.
Karena saya tidak merasa ada jarak antara tangan dan background paving block dibelakangnya.
Hanya beberapa detik.

Hari ketiga.
Bulan-bulan awal berkenalan dgn meditasi ini membuat saya merasa mendapat banyak kebijaksanaan.
Selanjutnya saya menggunakan meditasi sebagai teknik untuk mencapai kebijaksanaan.
Kemudian disusul dengan masa-masa dimana kebijaksanaan tidak lagi berbicara kepada saya.
Saya bertanya2 mungkinkah ada yang salah?
Dan diawal retret Bhante Pannyavaro bercerita bahwa apa yang didapat dari meditasi(nyana-nyana) adalah merupakan kotoran pikiran.
Tidak perlu senang berada didalamnya.
Saya tidak pernah mengalami nyana-nyana, tp mungkinkah kebijaksanaan yang saya dapat adalah juga kotoran pikiran?
Dan hal itu terjawab di hari ketiga.
Ketika didalam meditasi duduk saya merasa ada "sesuatu".
Lalu saya membuka mata dan mendapati Dhammasala tempat saya bermeditasi adalah sebuah aliran.
Pemeditasi yang ada didepan saya, disamping saya, patung budha, vas bunga, gorden, pintu, dan kesemuanya berada dalam aliran besar itu.
Tidak ada yang patut dilekati.
Tidak ada yang bisa dipegang erat2.
Tidak ada yang kekal abadi, juga kebijaksanaan ini.
"Dan semuanya adalah fana, kecuali Wajah Tuhan-mu"

Hari ke-empat dan ke-lima adalah lambat.
Gerak saya melambat. Jalan saya melambat. Pikiran saya melambat.
Sering saya berhenti sewaktu berjalan.
Menikmati angin, menikmati pikiran yang melambat.
Melihat keindahan di ruas-ruas pohon kelapa.
Melihat keindahan di jambangan ber-teratai.
Mendengar ceracau burung gereja.
Waktu itu hujan.
Dan saya menikmati tiap tetes hujan yang bisa saya cerap dengan indera.
Bunyi yang terdengar ketika menjatuhi payung.
Tetes2 yang ada di paving block didepan saya.
Cipratan2 air yang terciprat di kaki saya.
Lalu saya merasa ingin menyapa semuanya.
Semua tetes hujan itu.
Semut2 yang berlarian di tembok.
Lumut2 di sela-sela paving block...
saya ingin menyapa semua...
hai...hai...hai...
saya ingin tersenyum pada tiap dahun basah,
saya ingin menciumi satu persatu semut2 itu....
hai...hai...hai...
tiap rumput, tiap semak yang terlihat, tiap lambaian bunga yang dimainkan oleh angin...

Lalu semua tawar.
Apa adanya.

Jalan saya lambat sekali sampai pikiran bertanya:
- kaki apa ga pegel?
- pegel sekali
- kalau jalan lambat begini kapan nyampe nya?
Diam...
Lalu saya mengerti bahwa disana adalah ilusi.
Yang ada adalah "disini" yang bukan lawan dari disana.
Mengetahui itu maka konsep ruang pun menjadi kacau...
Menyisakan penghayatan bahwa saya ada disini...

Hari keenam saya tidak bisa mengingat.
mungkin ada sesuatu yang terjadi.
mungkin tidak terjadi apa-apa.
mungkin saya banyak tersadar.
mungkin saya banyak melamun.

Hari ketujuh saya mengalami kejadian aneh.
Sepertinya ada tiga kejadian.
Tapi saya hanya ingat satu.
Ada dua objek yang berjalan berbeda arah dalam pandangan saya.
Seorang lelaki dan seorang perempuan.
Lelaki berjalan ke Timur.
Perempuan berjalan ke Utara.
Mereka berjalan pada kecepatan yang relatif sama dan konstan.
Sepertinya sesuatu terjadi.
Tapi Si Perempuan telah menempuh jarak yang seharusnya tidak bisa dia tempuh dalam waktu dan kecepatan yang seperti itu.
Mungkinkah Si Perempuan mempercepat langkah?
Mungkinkah Saya melamun?
Tetapi kejadiannya hanya sekejap.
Ah saya tidak tahu.

Sepertinya banyak kebijaksanaan yang saya dapat.
Tp semua sperti menguap entah kemana.
Banyak pengalaman yang ingin saya bagi.
Tapi toh yang paling penting adalah apa yang anda alami sendiri.

Yang saya tahu dalam tujuh hari ini saya menyadari bahwa seumur hidup saya selalu berusaha mengejar kebahagiaan.
Lalu mencari cara bagaimana memperpanjang kebahagiaan.
Atau terus-menerus berusaha berada dalam kebahagiaan.
Saya mengejar sesuatu yang bisa memberi saya kepuasan.
Dan jika hal itu kemudian hilang, maka saya mencari kepuasan dan kenikmatan yang lain.
Begitu terus menerus.

Mungkinkah pengejaran ini adalah karena saya tidak puas dengan apa yang ada?
Mungkinkah usaha selama ini adalah karena saya tidak mau menderita ?
Dan apakah itu yang saya labeli sebagai "derita" ?
Jika saya memandang apa yang ada tanpa melabeli-nya sebagai derita,
mungkinkah saya kemudian tidak memerlukan lagi pencarian akan "kebahagiaan sejati" ?

.......

....Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau....

.......


*Magelang, 24 Dec 08 - 01 Jan 09*

Labels:

2 comments:

Anonymous on Tuesday, January 06, 2009 3:50:00 PM

Salam kenal pak,...
Hmm sebuah pengalaman yang menakjubkan.. :) sy dulu waktu pertama kali mencoba meditasi ini juga banyak mengalami pengalaman yang menakjubkan,...tp tidak banyak yg bisa sy ingat, dan juga sy pikir tdk perlu utk di ingat karna itu sdh menjadi pengalaman masa lampau,.. kekinian adalah yang utama...dan kini saatnya pengalaman itu kita gunakan dalam keseharian kita :)

Comment by Awan on Tuesday, January 06, 2009 11:57:00 PM

betul skali mas, ga ada yg perlu diingat2… karena jika terus diingat2 bakal jadi beban intelektual baru :)

salam kenal…

Post a Comment