life is so unexpected, yet still can be predictable
1 bulan yg lalu saya menemukan pemenang lelang tastrendy.com.
ya, situs yang membuat saya bisa "numpang idup" lewat tas2 imut itu telah berpindah tangan.
ada sedikit rasa sayang tentunya, tapi kepuasan untuk menjual memiliki tempat sendiri akhir2 ini.
puas rasanya bisa menjual yang sebelumnya saya pikir tidak akan ada yang membeli.
humm, kalau mau diberi statistik, tastrendy.com telah menjual lebih dari 1100 buah tas dalam waktu 2,5bln. dikunjungi lebih dari 2000 visitor dan omset total...(ini yg ga diitung ^_^)
kenapa dijual? karena saya sudah tahu trik nya, sudah dapet ilmunya. tastrendy ini merupakan salah satu cara saya belajar praktek tentang penjualan lewat internet. mungkin belum begitu sukses jika diukur dengan pengusaha2 yang berhasil, tapi bagi saya merupakan suatu kepuasan tersendiri.
2 minggu yang lalu saya memulai sebuah website baru tentang tas wanita, namun msh ada permasalahan di sisi supply.
malah yang jalan dan byk pesenan justru kopi yang tadinya cuman buat sambilan hobby saja.
btw, saya sudah kembali ke lingkungan kampus nih.
ngontrak rumah bareng temen2 biar murah di perumahan deket kampus.
jadi nanti klo ada yang mo maen ke bandung nginep di kontrakanku aja ya :)
oiya daerah kampus ini jg banyak prospek bisnis menarik loh, soalnya telkom lagi ngebangun education park, plus ada gedung baru politeknik yang artinya banyak mahasiswa yang bakal datang. kawasan sekitarnya yang kebanjiran rezeki. banyak kos2an baru bermunculan, warung2 dan bisnis pendukung lainnya seperti fotokopi rental dll.
dulu ada kawasan deket kampus yang merupakan kolam besar. kami nyebutnya "danau". kalau malam pas terang bulan bagus deket situ, tapi kalau siang keliatan kalau airnya hijau.
sekarang danau itu diurug, dibikin perumahan+kos2an. laku keras walaupun dengan harga yang melambung tinggi(dibandingkan dengan harga dulu waktu aku pas kuliah)
kawasan kampus sedang bersolek. buat yg mau invest boleh deh main2 kesini, ntar ak ajak muter2 liat peluang :)
Huh….
Betapa beratnya…
Menanggung derita…
Karena cinta…
Walau itu hanya fatamorgana
Huh…
Cinta…
Cinta…
Kadang kau menguatkan,
Tapi seringkali melemahkan
Tak tahu aku harus gimana
Hati tercabik
Pelan tapi pasti
Aku merintih dalam gelam malam
Tanpa terasa airmata meleleh
Peluh bercucur
Aku hanya ingin kamu
Itu saja
Ketika kita sedih, ketika kita kalut betapa senyum begitu berat hadir
Ketika hati berbunga ketika cinta terkembang dia senantiasa hadir
Bersedekahlah walau hanya dengan senyuman
Alangkah indahnya dunia ini
Jika hanya ada senyuman, tanpa amarah tanpa kebencian
Berupa-rupa wajah lebih menawan jika menghadirkan senyum
Cukup senyuman
Kolam kebencian tidak bertepi, mungkin itu sebutan yang cocok untuk tahun 2001. Ada kebencian terhadap Amerika karena menyerang Afghanistan, ada kebencian terhadap Osama karena dituduh menghancurkan gedung WTC New York, ada kebencian terhadap pemerintah karena tidak menunjukkan kinerja yang meyakinkan, ada kebencian terhadap DPR karena tidak habis-habisnya dilanda skandal, ada kebencian terhadap suku atau agama lain karena terlibat perang dan kerusuhan, ada kebencian terhadap pengusaha besar karena dicurigai mencuri uang negara, ada kebencian terhadap oknum aparat yang tidak berhenti-berhenti korupsi, dan masih banyak lagi daftar kebencian lainnya.
Apa yang bisa diproduksi oleh kebencian ? Kita bisa lihat sendiri disamping pengangguran yang berjumlah puluhan juta orang, juga secara amat meyakinkan kita sedang memproduksi masa depan yang amat menakutkan. Tidak hanya pernikahan yang beranak pinak, kebencian bahkan bisa menghasilkan anak, cucu, cicit dengan wajah-wajah yang lebih menakutkan. Lihatlah sejarah, di sana sudah tertulis banyak sekali catatan tentang kebencian yang beranak pinak, dan kemudian menghasilkan kehidupan yang mengerikan.
Mirip dengan sebuah cerita Zen tentang dua orang pendeta yang mau berenang menyeberangi sungai. Tiba-tiba ada wanita cantik yang berteriak di belakang meminta digendong. Dan pendeta lebih tuapun menyanggupinya. Dua jam setelah kejadian itu berlalu, pendeta yang lebih muda bertanya : ‘kenapa abang sebagai pendeta mau menggendong wanita cantik tadi ?’. Dengan sedikit kesal pendeta tua berucap : ‘saya sudah menurunkan tubuh wanita tadi dua jam yang lalu, namun kamu menggendongnya sampai dengan sekarang’.
Demikianlah cara kerja kebencian. Oleh karena sebuah atau beberapa kejadian yang sudah lewat di masa lalu – sebagian bahkan sudah lewat ratusan tahun yang lalu – sebagian orang menggendong kebencian bahkan sampai ketika dipanggil sang kematian. Sehingga praktis seumur hidup orang-orang seperti itu isi waktunya hanya kebencian, kebencian dan hanya kebencian. Anda pasti sudah tahu sendiri akibat yang ditimbulkan oleh semua itu. Jangankan doa dan perjalanan menuju Tuhan, tubuh dan jiwanya sendiri pasti dikunjungi berbagai macam penyakit.
Dalam keadaan begini, tidak ada pilihan lain terkecuali belajar dan mendidik diri untuk melupakan kebencian serta mulai memaafkan orang lain. Ya sekali lagi memaafkan orang lain. Inilah sebuah kegiatan yang amat sulit di zaman ini. Berat, sulit, tidak mungkin, tidak bisa itulah rangkaian stempel yang diberikan kepada seluruh upaya untuk memaafkan orang lain. Saya bahkan menemukan orang-orang dengan beban tidak bisa memaafkan dalam jumlah yang tidak terhitung.
Sehingga ini semua menyisakan pekerjaan rumah yang besar bagi saya (dan mungkin juga Anda), terutama bagaimana berjalan dalam hidup dengan sesedikit mungkin beban kebencian. Di titik ini, mungkin ada manfaatnya mengutip apa yang pernah ditulis Rabindranath Tagore dalam The Heart of God : ‘when the far and the near will kiss each other, and life will be one in love’. Bila yang jauh berciuman dengan yang dekat, maka kehidupan menyatu dalam cinta. Mungkin kedengarannya puitis sekaligus mengundang alis berkerut.
Yang jauh, setidaknya menurut saya, adalah kejadian-kejadian di masa lalu sekaligus harapan-harapan kita akan masa depan. Yang dekat adalah kehidupan kita yang riil dan nyata di hari ini. Dan keduanya tidak mungkin disatukan oleh kebencian. Ia jauh lebih mungkin dijembatani oleh kesediaan untuk memaafkan. Dan dari sinilah lahir bibit-bibit unggul cinta buat sang kehidupan.
Dan bibit-bibit unggul cinta ini, mungkin saja bisa menyembuhkan orang yang dimaafkan. Tetapi yang jelas, kegiatan memaafkan pasti menyembuhkan siapa saja yang mau dan rela memaafkan. Seperti baru saja meletakkan beban berat yang lama tergendong di bahu, demikianlah rasanya ketika kita rela memaafkan orang lain. Keyakinan ini bukannya tanpa bukti, Bernie Siegel dalam karya best seller-nya yang berjudul Love, Medicine and Miracles mengajukan sebuah bukti meyakinkan. Sebagaimana ia tulis secara amat percaya diri di halaman 202 bukunya, Siegel telah mengkoleksi 57 kasus keajaiban kanker. Di mana ke lima puluh tujuh orang ini sudah positif terkena kanker, dan begitu mereka menghentikan secara total dan radikal kebencian, depresinya menurun drastis, dan yang paling penting tumornya mulai menyusut. Sebagai kesimpulan, Siegel menulis : ‘when you give love, you receive it at the same time. And letting go of the past and forgiving everyone and everything sure helps you not to be afraid’. Ketika Anda memberi maaf, Anda juga menerimanya pada saat yang sama. Dan kesediaan untuk melepas masa lalu dengan cara memaafkan, secara meyakinkan membantu Anda keluar dari kekhawatiran.
Dan mohon dicatat kalau kesimpulan ini datang dari Berni Siegel yang nota bene salah seorang ahli bedah di Amerika sana. Kembali ke cerita awal tentang lautan kebencian yang tidak bertepi, bila kita sepakat agar republik ini secepat mungkin mengalami penyembuhan, bisa jadi saran Siegel ini layak direnungkan kembali. Saya dan Anda mungkin bukan penentu di republik ini, tetapi kita bisa memulainya dengan kehidupan kita masing-masing. Entah itu memaafkan isteri, suami, musuh, diri sendiri, atau siapa saja. Seperti telah diingatkan Rabindranath Tagore, bukankah itu bisa membuat sang kehidupan menyatu dalam cinta ?
By Gede Prama
you can be a very hard working person, yet still financially poor
you can be a nice and good looking human, yet spend the rest of your life with nasty spouse
you can be a dilligent pupil, yet always gettin average grade
or you can be a pessimistic sarcastic guy, yet tasting the glamourous blaze of success and glory...
that's life
it is not always fair
but that is how it works
how hard we try
or how bad we want something to be
there's always be a possibility
even at the slightest probability
that we'll never gonna get it
pessimistic point of view? or sincerity?
well...sometimes certainty can kill us
or at least, suffering our soul with unexpected stab right into our heart...
leaving it bleeding because of ripped construction from what something will become in our mind
sometime it is better not to have a dream
and then another trap is being set
we dream for not having a dream...
denying our soul
denying our confusion
grasping for another certainty
..mortally certainty
(note at ciwalk
after watch UP, not Ice Age)